Bawaslu OKI Serap Aspirasi Penyandang Disabilitas, Dorong TPS Lebih Inklusif
|
Kayuagung, Bawaslu OKI — Suasana diskusi di kantor Bawaslu OKI, Senin (20/10/2025), terasa hangat dan penuh perhatian. Para penyandang disabilitas yang tergabung dalam National Paralympic Committee (NPC) Kabupaten OKI duduk bersama dengan jajaran pengawas pemilu, menyuarakan pengalaman mereka dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya.
Kegiatan Pendidikan Pengawasan Partisipatif bertajuk Membangun Ekosistem Pengawasan yang Inklusif, Kolaboratif, dan Berkelanjutan ini bukan sebatas forum formal. Ia menjadi ruang nyata bagi kelompok rentan untuk menyampaikan langsung kendala yang mereka alami saat menyalurkan hak suara.
Hartati, Ketua NPC OKI, membuka diskusi dengan cerita yang dialami salah satu anggotanya. “Ada anggota kami yang dulunya tinggal di OKI, tapi setelah menikah ikut suami ke Jambi. Saat mau nyoblos di sana, ditolak karena KTP-nya masih OKI. Bingung, harus balik dulu ke OKI atau gimana supaya bisa milih di tempat tinggal sekarang,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Koordinator Divisi P2H Bawaslu OKI, RA. Muhammad Oki Mabruri menjelaskan bahwa sistem pemilu saat ini mengharuskan pemilih yang pindah domisili untuk mengurus surat pindah memilih. “Surat pindah memilih itu bisa diurus sampai H-7 sebelum hari pencoblosan, tapi sebaiknya jangan mepet. Idealnya 30 hari sebelumnya sudah beres supaya suara nggak hilang di tengah jalan. Mumpung pemilu masih cukup lama, saya sarankan anggota Ibu itu segera urus pindah KTP juga, biar status kependudukannya jelas dan nggak bikin bingung pas hari H,” ujarnya.
Isu lain disampaikan Kusnedi, Anggota NPC OKI yang aktif mendampingi pemilih disabilitas di lapangan. Ia mengusulkan agar penyandang disabilitas mendapat perlakuan khusus saat antre di TPS. “Kemarin saya lihat sendiri, ada tunanetra yang harus ikut antre panjang. Rasanya nggak tega. Kan kasihan. Kalau bisa, mereka diprioritaskan duluan,” ujarnya.
Kusnedi juga menyoroti pentingnya surat suara braille. Ia mempertanyakan bagaimana mekanisme pengadaan dan distribusinya agar bisa digunakan oleh pemilih tunanetra.
Menanggapi usulan tersebut, Oki menjelaskan bahwa aturan dari KPU RI sebenarnya sudah mengatur agar TPS ramah bagi penyandang disabilitas. “TPS itu nggak boleh terlalu tinggi, harus bisa dijangkau pengguna kursi roda. Pemilih rentan juga sebaiknya didahulukan, bahkan kalau kondisi kesehatannya nggak memungkinkan, mereka bisa memilih dari rumah. Tapi semua itu tetap harus dalam pengawasan petugas pengawas TPS, supaya prosesnya transparan dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Muhammad Kafrowi, Anggota Bawaslu OKI lainnya, menambahkan bahwa pendataan pemilih tunanetra perlu dilakukan lebih awal. “Kalau sudah tahu mereka ada di TPS mana, kita bisa usulkan pencetakan surat suara braille khusus di lokasi itu,” ujarnya.
Kehadiran NPC dalam forum ini disambut hangat oleh Bawaslu OKI. Oki berharap, para peserta bisa membawa semangat demokrasi ke komunitasnya. “Kalau bisa, nilai-nilai ini menyebar ke lingkungan sekitar. Satu suara itu penting, jangan sampai terabaikan,” tutupnya.